| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Thursday 3 April 2014

THE MESSIANIC LEGACY (WARISAN ABADI SEORANG MESIAS)

THE MESSIANIC LEGACY: WARISAN ABADI SEORANG MESIAS”
#1 International Bestseller
By Michael Baigent, Richard Leigh & Henry Lincoln
(Trio Penulis ‘The Holy Blood & The Holy Grail’)


      Setelah saya selesai membaca buku terjemahan bahasa Indonesia dari The Messianic Legacy, yang merupakan karya dari tiga penulis The Holy Blood & The Holy Grail ada beberapa catatan penting yang perlu saya utarakan di sini, berkaitan dengan isi buku tersebut. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

BAGIAN SATU: SANG MESIAS

1. Pengetahuan dan Pemahaman Publik
  • Injil ditulis antara tahun 65-100 masehi, lebih dari 60 tahun setelah kelahiran kristus.
      Tak satupun sejarawan atau cendekiawan alkitab dengan reputasi tinggi akan menyangkal bahwa kitab injil paling awal ditulis setidaknya satu generasi setelah kejadian-kejadian yang dilukiskan di dalamnya.
  • Ikrar antimodernis mulai diperkenalkan pada tahun 1910. Mayoritas kaum modernis ini bekerja keras dalam ruang lingkup Gereja, hingga mereka dikutuk secara resmi oleh Paus Pius X pada tahun 1937.
  • Kertas gulung laut mati ditemukan pada tahun 1947 di sela-sela reruntuhan komunitas pertapa Qumran di Essene. Dari hasil temuan besar itu banyak diantaranya yang tidak dipublikasikan, meskipun lambat laun diketahui orang, ia kemudian diedarkan dan dipelajari.
  • Rohaniwan modern yang katakanlah ‘kutu buku’ sesungguhnya sangat menyadari, misalnya perbedaan yang ada antara isi Perjanjian Baru dan apa yang ditambahkan dari tradisi yang muncul belakangan. Namun sayangnya penganut kristen kebanyakan masih tetap kurang peduli sebagaimana para pendahulu mereka berabad-abad lalu dan ia justru menjadi penganut setia serial kisah sederhana yang sama, yang didengarnya ketika ia masih kanak-kanak.
  • Masih banyak orang yang tidak tahu, atau tahu namun tidak peduli bahwa isi injil-injil itu kontradiktif satu sama lain. Atau masih terdapat injil-injil selain yang terdapat dalam Perjanjian Baru, yang seenaknya tidak diikutsertakan dalam injil oleh dewan yang terdiri dari manusia-manusia yang tentunya mudah jatuh dalam kesalahan. Bahwa keilahian Yesus telah diputuskan oleh Dewan Nicea, kurang lebih tiga abad sesudah kehidupan Yesus.
2. Yesus Sebagai Raja Israel
      Injil Matius dan Lukas menyatakan secara eksplisit bahwa Yesus adalah keturunan raja – dari garis keturunan Raja Salomo (Sulaiman) dan David (Daud). Ketiga orang Majus itu mencari “bayi raja orang Yahudi”. Dalam Lukas 23:3, “Yesus dituduh menyesatkan bangsa kami dan melarang membayar pajak pada kaisar dan menyatakan bahwa ia adalah kristus, yaitu raja”. Dalam Matius 21: 9 ketika ia memasuki Yerusalem dengan penuh kemenangan Yesus disambut dengan teriakan orang banyak, “hosana bagi anak Daud”. Tak diragukan lagi bahwa Yesus disambut sebagai raja. Bahkan Injil Lukas dan Yohanes menggambarkan secara eksplisit tentang peristiwa tersebut. Dalam Yohanes 1: 49 Nathanael menamakan Yesus, “Engkaulah raja orang Yahudi itu”. Tentu saja kita juga tak bisa melupakan bahwa terdapat pahatan “Raja orang Yahudi” yang diperintahkan Pilatus untuk dipakukan pada kayu salib. Tentang status Yesus selaku raja terdapat bukti dalam penuturan Injil tentang pembunuhan massal yang diperintahkan Herodes terhadap bayi-bayi yang tidak berdosa (Matius 2: 3-14). Walaupun catatan tentang kejadian historis tersebut sangat diragukan, penuturan ini membuktikan rasa cemas Herodes tentang kelahiran Yesus:
     “Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia... Dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi... Lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana kristus akan dilahirkan. ‘di Bethlehem, di tanah Yudea’, mereka berkata kepadanya. ‘karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi’...”

     Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gelar Kristus berarti Raja, raja bagi orang Yahudi. Yesus bukanlah Tuhan. Dalam iman orang Islam pun diyakini bahwa Isa (Yesus) adalah seseorang yang terpilih dan diutus khusus untuk Bani Israel/ Yahudi.

3. Konstantine Sebagai Mesias
      Dari kaum Merovingian hingga Habsburg, dinasti Eropa mengagungkan diri dan diagungkan oleh raja mereka sebagai dinasti yang mendapat mandat khusus dari atas langit. Raja tidak lebih dari pelayan belaka, bejana, kendaraan yang dengan itu keilahian akan menanamkan dirinya. Sampai pada tahap itu, raja sendiri dianggap dapat dikorbankan.
Hal inilah yang mendasari kepercayaan trinitas dan dosa awal serta konsep penyelamatan Yesus atas dosa-dosa manusia melalui pengorbanan dengan disalib menurut kepercayaan Kristen Paulus.
Dalam banyak kultur kuno, memang, raja dikorbankan melalui upacara setelah kurun waktu yang telah ditetapkan. Pembunuhan raja dengan upacara adalah salah satu ritual paling murni dan menyebar luas dari peradaban manusia paling awal. Meskipun terdapat variasi simbolis tertentu, Yesus disesuaikan dengan pola ini. Tidak cukup hanya itu, dalam kultur kuno di berbagai belahan dunia jasad raja yang dikorbankan tersebut menjadi objek pesta, dagingnya dimakan dan darahnya diminum. Hal ini adalah isyarat bahwa mereka mereguk lalu menyatukan kebajikan dan kekuasaan dari raja mereka yang telah mati tersebut. Sisa tradisi ini terlihat cukup jelas dalam upacara Komuni Kudus (Sakramen Ekaristi) orang Kristiani (Kristen Paulus/ Katolik).

Mesias Pejuang, Penyelamat Gereja
       Konstantine yang menguasai Roma tahun 312 M sampai kematiannya (337 M) adalah peletak batu pertama dalam sejarah dan perkembangan agama Kristen (Katolik/ Roma). Pada jaman itu jumlah orang Kristen cukup banyak di kerajaan Roma dan dia membutuhkan dukungan untuk melawan Maxentius, saingannya bagi tahta kekaisaran.
Dengan maklumat Milan yang disebarkan tahun 313 dia melarang segenap bentuk penganiayaan monotheisme di kekaisarannya. Dia mengijinkan para pemuka gereja untuk menjadi bagian dari pemerintahan sipil dan dengan berbuat demikian maka terbukalah jalan bagi gereja untuk memantapkan kekuasaan sekulernya. Dihibahkannya Istana Lateran pada Uskup Roma, dan Roma mampu memanfaatkannya sebagai sarana untuk memantapkan supremasinya terhadap saingan pusat-pusat otoritas agama Kristen di Alexandria dan Antiokhia.
Akhirnya, dia mengetuai Dewan Nicea pada 325 M. Melalui dewan ini beragam bentuk agama Kristen saling berhadapan dan mereka menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada. Hasil dari Dewan Nicea adalah Roma menjadi pusat resmi dari sifat ortodoks agama Kristen, dan setiap penyimpangan dari sifat ortodoks tersebut menjadi bid’ah, bukan sekedar perbedaan pendapat atau interpretasi. Dalam Dewan Nicea ini pulalah keilahian Yesus dan sifat keilahiannnya ditetpakan melalui pemungutan suara. Inilah asal usul doktrin/ prinsip Trinitas yang kita kenal sekarang. Jadi dapat disimpulkan bahwa agama Kristen seperti yang kita ketahui dewasa ini pada pokoknya bukan berasal dari jaman Yesus namun dari Konsili Nicea.

      Perlu diketahui bahwa pada saat pertempuran di jembatan Milvian untuk meraih tahta kekaisaran Konstantine menang dan setelahnya senat Roma mendirikan monumen kemenangan di Colloseum. Menurut pahatan pada monumen tersebut, kemenangan Konstantine dicapai berkat bantuan Dewa, dan dewa tersebut bukanlah Yesus, namun Sol Invictius (Matahari yang tidak kasat mata). Ya, Konstantine adalah anggota sekte pemujaan Sol Invictius. Berlawanan dengan tradisi, konstantine tidak menjadikan agama Kristen sebagai agama negara Roma. Agama negara Roma di bawah pemerintahan Konstantine adalah berbentuk pemujaan terhadap dewa matahari, dan Konstantine berfungsi sebagai imam kepala. Citra Konstantine sebagai orang kafir yang kemudian menajadi penganut Kristen yang taat adalah salah. Bahkan menjelang kematiannya dia tidak dibaptis.
      Sebenarnya pemujaan terhadap Sol Invictus berasal dari Syria (Suriah). Mulai dikenal di Roma sejak seabad sebelum Konstantine. Pada intinya ajaran ini bersifat monotheistis, bukan politheistis. Sebenarnya ajaran ini menempatkan dewa matahari sebagai pusat dari seluruh sifat dewa.
Di bawah dukungan sekte pemujaan terhadap Sol Invictus ini agama Kristen maju pesat. Doktrin kristen seperti yang telah disebarluaskan oleh Roma pada jaman itu memiliki banyak kesamaan dengan sekte pemujaan Sol Invictus. Gereja awal tidak memiliki perasaan bersalah dengan memodifikasi butir-butir dogmanya sendiri untuk menarik manfaat dari peluang itu. Lewat maklumat yang disebarluaskan pada tahun 321 M Konstantine memerintahkan persidangan hukum agar menutup “the venerable day of the sun” (hari matahari yang dijunjung tinggi), menyatakan hari itu adalah hari libur. Semenjak itu agama Kristen menyatakan hari Sabtu, hari Sabat dalam agama Yahudi, sebagai hari sakral.
      Selain itu hingga abad keempat kelahiran Yesus dirayakan pada tanggal 6 Januari. Namun bagi sekte pemujaan Sol Invictus secara simbolis hari terpenting dalam setahun adalah tanggal 25 Desember, yaitu festival Natalis Invictus, kelahiran/ kelahiran kembali matahari. Dalam kaitan dengan ini pula agama Kristen menyesuaikan diri dengan rezim serta agama negara yang telah ditentukan. Busana tertentu juga diambil begitu saja dari agama negara tersebut. Jadi cahaya yang memahkotai kepala dewa matahari menjadi lingkaran cahaya (aura) orang Kristen.

      Sekte pemujaan terhadap Sol Invictus juga bergandengan dengan sekte Mithra, sekte yang masih bertahan hidup dari agama Zoroastri berasal dari Persia (sekarang Iran). Bahkan sedemikian eratnya Mithraisme dengan Sol Invictus hingga keduanya kerap membingungkan. Keduanya menekankan status matahari, meyakini bahwa hari minggu adalah hari sakral, merayakan festival kelahiran besar pada tanggal 25 Desember. Akibatnya agama Kristen juga menemukan titik temu dengan Mithraisme. Agama Kristen yang bergabung dan mengambil bentuk pada jaman Konstantine sesungguhnya adalah bentuk campuran, berisi kumpulan dari pemikiran yang berasal dari sekte pemujaan dewa matahari Sol Invictus dan Mithraisme. Agama Kristen yang kita kenal sekarang dalam berbagai hal sesungguhnya lebih dekat dengan sistem keyakinan kafir ketimbang pada asal muasalnya sebagai agama Yudais.
Dalam minatnya terhadap persatuan, Konstantine memang sengaja mencampurkan perbedaan antara agama Kristen, Sol Invictus dan Mithraisme. Dia mentolerir pendewaan Yesus sebagai manifestasi awal dari Sol Invictus. Dibangunnya gereja pada salah satu kawasan kota, dan di kawasan lainnya dia mendirikan patung-patung Dewi Bunda Cybele dan Sol Invictus, di mana ciri-ciri dewa matahari tersebut mirip dengannya. Penekanan atas persatuan lagi-lagi terlihat jelas. Iman di mata Konstantine adalah masalah politik dan setiap iman yang mendukung persatuan diperlakukan dengan penuh kesabaran.

      Eusobius, uskup ksatria, salah satu tokoh pemimpin teologis di jamannya sekaligus rekan dekat kaisar sangat simpatik tentang pentingnya monarki. “monarki mengungguli seluruh jenis konstitusi dan pemerintahan. Dibanding anarki dan perang saudara yang menjadi alternatif, poliarki lebih didasarkan pada kesetaraan. Untuk alasan itulah hanya ada satu tuhan, bukan dua atau tiga atau bahkan lebih.”

     Perlu diketahui bahwa tak satupun ditemukan versi perjanjian baru masih dalam keadaan lengkap, yang berusia sebelum pemerintahan Konstantine. Perjanjian baru yang kita tahu sekarang ini sebagian besar merupakan produk Konsili Nicea dan para konsul gereja dari era yang sama.

4. Yesus sebagai Pejuang Pembebasan
Kaum Zealot dan Kerancuan Makna Bahasa dalam Injil
      Saat sebuah nama, kata atau kalimat percakapan bahasa Ibrani atau Aramais dialihbahasakan ke bahasa Yunani atau bahasa modern lainnya, seringkali akan menjadi berbeda dari makna aslinya. Misalnya Yesus dari Nazarean menjadi Yesus dari Nazareth. Bahkan Yesus sendiri bukan nama Yuda tapi nama Yunani.
Kemudian tokoh Simon Zelot di The New English Bible disebut Simon si Patriot. Dalam Matius dan Markus versi King James ada referensi Simon orang Kanaan. Kata Aramai bagi Zealot adalah Qannai yang diterjemahkan menjadi Kananaios dalam bahasa Yunani.
    Dalam Injil muncul nama Simon lain, Simon Bar Jonas yang berarti Simon anak Jonas, padahal ayah Simon adalah Zebedeus. Ternyata ini adalah kesalahan menerjemahkan Bar Jonas dari kata Barjonna yang seperti Kananaios yang berarti kriminal, anarkis atau Zealot. Jadi sebenarnya mereka adalah orang yang sama.
     Ada lagi Simon Petrus yang sebenarnya berarti Simon yang disebut Petrus. Petrus bukan lah nama asli tapi nama kecil/ julukan yang berarti keras, tegar seperti batu karang. Mungkinkah sebenarnya Petrus merupakan julukan bagi Simon Zealot atau Simon Kanaan? Jadi ketiga Simon yang disebut ini adalah orang yang sama?
     Satu lagi, dalam Injil Yohanes dan sinoptik (Matius dan Lukas), Yudas diidentifikasi sebagai anak Simon. Selama berabad-abad karena dibingungkan oleh nama Yunani, maka para komentator Alkitb meyakini bahwa Yudas Iskariot berarti Yudas dari Kerioth. Namun menurut Prof. S. G, F. Brandon dari Universitas Manchester Yudas Iskariot merupakan perubahan kata yang berasal dari Yudas Sikarius atau berarti Zealot.

Kaum Saduki dan Farisi
    Tanah suci pada jaman Yesus disesaki dengan berbagai agama, madzhab dan sekte pemujaan yang berbeda-beda. Ritual-ritual Roma, sekolah-sekolah agama, sekte pemujaan dan misteri dari Yunani, Siria, Mesir, Mesopotamia, dan Asia Kecil. Di sana kita dapat menjumpai pemujaan dewi ratu – ratu Isis dari Mesir, Astarte dari Phoenix, Aphrodite dari Yunani dan Cyprus, Ishtard dari Mesopotamia, Cybele dari Asia kecil. Ada pula sekte pemujaan dewi-dewi dari Yudaisme dan dari Kain sendiri seperti Miriam dan Rabbath. Di Galilea Yudaisme belum terbentuk hingga tahun 120 SM dan banyak pemikiran pra-Yudais yang masih bertahan hidup. Bahkan terdapat bentuk-bentuk Yudaisme yang tidak ingin diakui oleh orang Yahudi sendiri. Misalnya orang Samaria beberapa bersikeras mengklaim bahwa Yudaisme mereka adalah bentuk yang sejati. Yang semakin memperparah kebingungan adalah munculnya sejumlah pengajaran atau sekte berbeda – sekte di dalam sekte – yang membentuk sifat ortodoks Yudais jaman itu. Diantaranya yang paling terkenal dalam tradisi Kristen adalah Saduki dan Farisi.
     Bila gambaran dari kaum Saduki dalam Injil dibenarkan secara historis, sebaliknya dengan Farisi. Gambaran mereka sering diputabalikkan, mereka telah difitnah dan perannya dikecilkan oleh tradisi Kristen, tak satupun cendekiawan Alkitab yang akan menyangkal pernyataan ini. Misalnya terkait guru Hillel, nama terbesar dalam pemikiran Yuda pada Yesus ternyata adalah orang Farisi. Menurut para pakar modern Yesus sendiri boleh jadi dibesarkan dan ditempa di antara orang-orang Farisi. Sebagian besar ajarannya sesuai dengan butir-butir pemikiran Farisi. Yesus dipahami sebagai ancaman bagi Roma dan dihukum mati karena itu. Kaum Saduki bereaksi sesuai dengan yang dikatakan Injil. Sebaliknya Farisi melengkapi Yesus dengan sejumlah pengikut yang setia dan militan, dan menjadi orang pertama yang memandangnya sebagai Mesias.

Kaum Essen
     Subdivisi ketiga Yudaisme pada masa itu adalah kaum Essen. Mereka dijejali oleh apa yang dewasa ini disebut studi esoteris, seperti astrologi, numerologi dan beragam disiplin ilmu yang kemudian bergabung menjadi Kabalah (Cabala).
Terdapat empat kekeliruan pemahaman yang telah lama bertahan dan melekat pada mereka. Mereka diyakini tinggal sebagai masyarakat yang terasing, bergaya biara gurun pasir; jumlah mereka sangat sedikit; tidak menikah dan anti kekerasan, taat pada etika keduniaan. Berdasarkan hasil penelitian sejak penemuan Gulungan Naskah Laut Mati menegaskan bahwa keyakinan-keyakinan tersebut ternyata salah, kenyataannya sangat berkebalikan.

Nazarea, Putra-Putra Zadok
    Selain kaum Saduki, Farisi dan Essen, masih ada sejumlah pecahan kelompok atau sekte Yudaisme pada  jaman Yesus yang lebih kecil namun juga terkenal. Mereka adalah kaum (putra-putra) Zadok dan Nazarea (Gereja Awal atau Gereja Yerussalem). Keberadaan sekte bawahan ini telah menimbulkan kebingungan yang besar di antara para cendekiawan alkitabiah. Yesus adalah orang Nazarea, tapi dia juga orang Zadok, dan ajaran-ajarannya seperti Farisi serta ditemukan jejak-jejak kaum Essen yang pasti.
Akhirnya dapat ditarik kesimpulan, menurut Dr. Eisenman (Ketua Departemen Studi Keagamaan Universitas California), bahwa Putra Cahaya, Putra Kebenaran, Putra Zadok, atau Zaddikim (Zadokites), Kaum Pria Melkizedek, Ebionim (Si Miskin), Hassidim (Essen) dan Nozrim (Nazarea atau lebih dikenal dengan Nazareth) pada dasarnya adalah sama dan satu.

------to be continued-------

No comments:

Post a Comment