| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Thursday 29 January 2015

ATAS NAMA KEHORMATAN (DESHONORE)



       “Atas Nama Kehormatan”, buku ini  dapat membakar semangat untuk bangkit dari keterpurukan dan memberi inspirasi orang-orang lain terutama perempuan khususnya bagi korban ketidakadilan dan kekerasan ataupun pengekangan, baik secara fisik maupun psikologis. Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Alvabet berisi 204 halaman dengan ukuran 12,5x20 cm. Cerita dipaparkan oleh Mukhtar Mai (kakak perempuan yang dihormati) dan ditulis dengan bantuan Marie-Therese Cuny, seorang penulis yang sudah lama memperjuangkan hak-hak perempuan. Buku yang terbit pertama kali di Prancis 12 Januari tahun 2006 dengan judul “Deshonore” (Oh! Edition) dan kemudian pada 31 Oktober tahun yang sama dirilis di AS dengan judul “In The Name of Honor” ini merupakan sebuah memoar (true story) inspirasional dan menggugah tentang perjuangan seorang perempuan dalam menghadapi ujian yang sangat berat dalam hidupnya. Bagi perempuan manapun, peristiwa yang dihadapi Mukhtar Mai (MM) merupakan kisah tragis yang sulit dijalani, diingat, diceritakan. Namun demi keadilan, kehormatan serta harapan untuk kebaikan perempuan lain di seluruh dunia ini, MM, seorang perempuan Pakistan berani membuka lukanya dan menceritakan “kejahatan kehormatan” yang dialaminya yang merupakan aib baginya dan keluarganya, juga telah mencoreng kehormatan hukum/ pengadilan negeri pecahan India itu.

        Mukthar Mai (MM) bernama asli Mukhtaran Bibi. Nama populer Mukhtar Mai yang berarti “kakak perempuan yang dihormati” didapatkannya dari perjuangan berat nan panjang yang telah dilakukannya selama ini. MM adalah janda tanpa anak berusia 32 tahun yang merupakan anak seorang petani miskin. Beliau tinggal di Meerwala, sebuah desa kecil di selatan Punjab yang berdekatan dengan perbatasan India. Pada bulan Juni 2002 MM diperkosa oleh empat orang laki-laki dari suku klan Mastoi di desanya. Perkosaan tersebut adalah hukuman adat atas “kejahatan susila” yang dituduhkan terhadap adik laki-lakinya bernama Abdul Syakur yang baru berusia 12 tahun. Syakur difitnah telah melakukan zina (ziadti) dengan perempuan bernama Salma berusia lebih tua darinya (sekitar 27 tahun) yang merupakan anak dari suku Mastoi yang berkasta lebih tinggi. Syakur telah ditahan polisi. Sedang MM terpaksa harus menjalani hukuman untuk menebus kehormatan keluarganya yang bersuku Gujar, kasta lebih rendah dari Mastoi. Di depan pengadilan adat Dewan Jirga, MM bertekuk lutut meminta belas kasihan atas nama keluarganya dan memohon agar adiknya dibebaskan. Namun ternyata apa yang dilakukan MM justru mendapat tanggapan berupa tindakan bringas dari empat laki-laki Mastoi. MM diseret ke sebuah gubuk kemudian ditelanjangi dan disetubuhi secara paksa. Setelah diperkosa tubuh MM dibiarkan begitu saja tergeletak seorang diri di luar gubuk dengan setengah telanjang karena hanya dibalut pakaian yang telah terkoyak-koyak. Ratusan pasang mata penduduk desa yang melihatnya hanya diam tak berbuat-buat apa. MM hanya dapat menangis dan menjerit dalam hati, menahan sakit, malu dan marah.

        Pengalaman pahit MM ini telah mengundang banyak perhatian dari kalangan jurnalis juga aktivis perempuan serta pembela hak asasi manusia. MM dengan sangat berani berjuang melawan penindasan di desanya di mana itu justru difasilitasi atau dilindungi oleh dewan adat. Kebanyakan perempuan yang menjadi korban pemerkosaan akan lebih memilih untuk diam kemudian bunuh diri. Namun tidak dengan perempuan buta huruf ini. Meski beliau bukan termasuk perempuan yang berpendidikan namun tidak menghalangi niatnya untuk bangkit melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak-hak serta kehormatan diri, keluarga dan perempuan pada umumnya. Beliau mempunyai cita-cita mulia yaitu memberikan pendidikan dan pengobatan gratis kepada warga di desanya terutama perempuan agar tidak mengalami kesialan seperti dirinya. Beliau ingin memberantas kebodohan dan  penindasan di desanya. Kisah MM ini juga telah terangkum dalam film dokumenter tentang kekerasan seksual di Pakistan dengan judul “Land, Gold and Women”.    


      Berikut hasil perjuangan panjang MM dan beberapa apresiasi untuk beliau. Pada tanggal 5 Juli 2002 MM menerima uang kompensasi sebesar USD 8.200 dari pemerintah Pakistan. Dengan uang itu MM mendirikan pusat perlindungan dan pendidikan bagi perempuan “The Mukhtar Mai Womens’s Welfare Organization”. Tanggal 2 Agustus 2005 pemerintah Pakistan menganugerahi medali emas Fatima Jinnah atas keberanian dan keteguhan MM. 2 November 2005 Majalah AS “Glamour” menjuluki MM sebagai “Woman of The Year”. Tanggal 2 Mei 2006 di markas PBB MM menyampaikan pesan pada dunia bahwa seseorang harus berjuang demi hak mereka dan hak geerasi berikutnya. Bulan Desember 2006 MM dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia versi Majalah “TIME”. Atas kontribusi MM terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) pada Maret 2007 Dewan Eropa menghadiahinya Nourth-South Prize (2006).

        Di bawah ini saya sajikan juga beberapa kutipan yang saya ambil dari buku “Atas Nama Kehormatan” agar dapat memberikan inspirasi pada kita semua utamanya para perempuan. :)

“Kepercayaanku pada keadilan Tuhan mungkin lebih besar dari rasa percayaku pada keadilan manusia.” (MM)

“Kau takut pada setiap orang dan setiap hal. Jika kau terus bersikap seperti itu maka kau tak akan pernah berhasil. Kau harus menghadapi masalahmu sendiri.” (Naseem Akhtar)

“Ketidaksukaan laki-laki atas intelegensi yang dimiliki perempuanlah yang menjadi faktor tersingkirnya perempuan.” (MM)

“Perempuan harus menemukan pemahaman diri sendiri sebagai manusia juga menghormati diri sendiri sebagai seorang perempuan.” (MM)

“Aku percaya Tuhan, aku mencintai desaku, negaraku. Aku ingin mengubah keadaan negeri ini, membantu seluruh korban pemerkosaan dan generasi anak-anak perempuan di masa depan.” (MM)

“Apakah menjadi suatu dosa di negara jika seseorang dilahirkan miskin dan sebagai seorang perempuan?” (Mera Kya Kasur)

“Seseorang tidak seharusnya merasa bersalah atas kejahatan orang lain.” (Mera Kya Kasur)

“Hanya perempuan yang dapat mengerti betapa hancurnya, secara fisik dan psikologis, seorang perempuan setelah mengalami pemerkosaan...” (MM)

“Aku bukan hanya berjuang untuk diriku sendiri tapi juga untuk seluruh perempuan yang telah dihina atau diabaikan...” (MM)

“Kehormatan sejati tanah kelahiranku adalah memberikan kesempatan kepada perempuan, baik yang berpendidikan maupun yang buta huruf untuk menyuarakan protes demi menentang ketidakadilan yang dialaminya.” (MM)

"Jika kehormatan laki-laki terletak pada perempuan, lalu mengapa laki-laki ingin memperkosa atau membunuh kehormatan tersebut?” (MM) 


No comments:

Post a Comment