| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Saturday 14 November 2015

Seminar Nasional LGBT di UIN Malang Dibubarkan



Ada yang perlu digarisbawahi bahwa SSA (Same Sex Attraction) dengan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual & Transgender) adalah suatu hal yang berbeda. Sayangnya terkadang kebanyakan orang menyamakannya dan kemudian menyimpulkan sesuatu tanpa diketahui kebenarannya. Banyak istilah yang ternyata rancu di masyarakat karena kurang pahamnya kita dengan istilah-istilah tersebut. Selain karena kita kurang kesadaran untuk mencari tahu juga karena ketidaksukaan kita terhadap sesuatu membuat kita menutup mata atas kenyataan yang ada dan bisa jadi membuat kita tidak dapat melihat kebenaran yang sebenarnya.

Beberapa orang mencoba untuk memberikan pencerahan, membagi ilmu dan pengetahuan mereka tentang SSA dan LGBT serta dengan tulus membantu orang-orang yang SSA namun tidak ingin tergabung dalam LGBT. Usaha mereka tidak hanya reaktif namun juga proaktif serta prefentif. Mereka adalah Sinyo Egie, seorang penulis, konselor dan founder Lembaga Konseling Peduli Sahabat. Juga pengurus Peduli Sahabat. Mereka mengadakan acara Seminar Nasional LGBT “Kenali, Pahami, Hadapi Bersama”. Acara ini merupakan hasil kerjasama DEMA-F Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan LSOK-LISFA Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Speaker adalah Sinyo, Zainul Anwar, M PSi. (Psikolog Klinis), Ilhamnu’din Nu’man, M Si. (praktisi psikologi Islam), dan bertindak sebagai moderator adalah Galuh Andina, M Psi. (psikolog sekaligus pengurus Peduli Sahabat) . Rencana acara diadakan tanggal 7 November 2015 di rektorat UIN Maulana Malik Ibrahim Malang lantai 5 namun karena peserta mencapai 600 orang maka acara terpaksa dipindahkan ke gedung Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang di Batu.

Awalnya acara berjalan lancar meski ada beberapa peralatan yang saya rasa kurang mendukung. Sampai pada penyampaian materi oleh Sinyo yang seharusnya diletakkan di akhir, namun kemudian dipersilahkan mengawali untuk menghindari dugaan ormas-ormas yang mengira ini adalah acara dari aktivis kelompok LGBT. Dengan waktu yang sangat terbatas Sinyo berusaha untuk menyampaikan bagaimana awal beliau mengenal dunia LGBT dan kesulitannya dalam menghadapi prasangka buruk orang-orang dalam membantu para SSA yang tidak ingin menjadi LGBT dan usaha prefentif agar anak-anak tidak sampai menjadi SSA. Beliau melakukannya dengan menulis buku dan mendirikan organisasi non profit bernama Peduli Sahabat dan Menanti Mentari.

Namun belum selesai Sinyo menyampaikan seluruh materinya dan sesi berikutnya dilanjutkan, yaitu materi dari speaker lain yaitu psikolog. Acara dihentikan sejenak dengan adanya pengumuman dari panitia. Ternyata ada Ormas NU (Nahdhatul Ulama), GP Anshor yang kemudian memberikan komentar akan adanya acara ini dan mengaitkan dengan acara pro LGBT yang sebelumnya akan diadakan di FISIP UB dan hotel Swiss Bellin namun kemudian berhasil mereka gagalkan. Mereka mengatakan jika timing acara ini kurang tepat. Mereka tidak berniat membubarkan acara seminar ini – katanya. Mereka mengatakan jika visi dan misi mereka sama dengan panitia/ penyelenggara acara ini. Mereka mengajak peserta untuk ikut menolak kegiatan pro LGBT di Malang Raya. Mereka menginginkan adanya konsensus bahwa kegiatan seminar ini tidak akan mengarah pada usaha mendukung LGBT. Mengingat kelompok LGBT telah mendapat pencapaian dalam usaha pelegalan pernikahan sesama jenis. Tentu saja para peserta dan panitia menyetujui karena memang tujuan acara ini bukan untuk memberi dukungan kepada kelompok LGBT apalagi mendukung pelegalan pernikahan sesama jenis. Setelah dua orang wakil Ormas NU menyampaikan pandangan/ pendapat mereka kemudian mereka mempersilahkan panitia dan peserta melanjutkan acara seminar ini. Kemudian dari pihak UIN Maulana Malik Ibrahim Malang juga menyampaikan jika sebelumnya ada keberatan akan diadakannya acara ini. Namun acara ini tetap dilanjutkan dan mengundang ormas dan pihak yang keberatan dengan acara ini. Asumsi kami sebagai peserta mediasi telah dilakukan dan acara akan tetap diselenggarakan.

Kemudian panitia/ MC mengambil alih acara dan mempersilahkan untuk mengisi acara dengan game sebentar untuk sekedar refreshing katanya – atau dengan maksud mengurangi ketegangan. Baru beberapa menit peserta mengikuti intruksi yang diberikan untuk sekedar berdiri dan bermain, tiba-tiba acara sekali lagi dihentikan. Kemudian perwakilan panitia mengatakan bahwa mereka sudah berusaha keras untuk menyelenggarakan acara ini namun ternyata acara ini tidak bisa diteruskan. Peserta diminta untuk meninggalkan ruangan. Saya kurang tahu yang membubarkan acara ini apakah ormas yang sebelumnya telah sepakat untuk mempersilahkan dilanjutkannya acara ataukah pihak kampus UIN Malik Maulana Ibrahim, pihak kepolisian, atau pihak lain. Saya yakin peserta dan panitia kecewa dengan kejadian ini. Saya secara pribadi sangat kecewa.

Untuk mengurangi kekecewaan dan tetap berfokus pada usaha berbagi pengetahuan maka saya akan mengulas sedikit materi yang disampaikan Sinyo dan untuk medukung akan saya lengkapi dengan penjelasan yang saya dapat dari buku parenting beliau berjudul “Anakku Bertanya tentang LGBT”. Saya tidak dapat memberikan penjelasan lengkap pada seluruh materi karena belum semua disampaikan dan dibahas oleh pembicara karena keterbatasan waktu.           

Semoga postingan saya kali ini dapat memberikan gambaran kronologis kejadian pembubaran acara Seminar Nasional LGBT dan sedikit menjadi pengobat kehausan ilmu para pembaca blog saya.

Berikut ini beberapa istilah yang perlu kita pahami terlebih dahulu.
1. SSA (Same Sex Attraction)
Istilah ini digunakan untuk memaparkan bahwa seseorang mempunyai rasa ketertarikan seksual dengan sesama jenis (gender sejenis). Hal ini sebatas ketertarikan, akan berbeda dengan identitas seksual LGBT.
2. Homosexual
Homoseksual adalah identitas seksual selain heteroseksual dan biseksual. Di kebanyakan negara istilah homoseksual digunakan untuk menggambarkan dan menekankan pada tindakan hubungan seksual sesama jenis, baik didasari pada SSA ataupun tidak.
3. Gay dan Lesbian
Berbeda dengan SSA, gay dan lesbian mewakili identitas seksual. Jika anda tertarik dengan sesama jenis (SSA), anda belum dapat dikatakan sebagai gay sampai dapat menerima orientasi seksual tersebut dengan senang hati tanpa perlawanan sedikitpun atau tidak ada kegundahan ingin menjalani hidup seperti heteroseksual. Sebutan gay berlaku untuk laki-laki maupun perempuan, sedangkan istilah lesbian hanya digunakan untuk perempuan.
4. Bisexual
Istilah ini digunakan untuk menyebut identitas seksual dan atau orang yang mempunyai ketertarikan seksual kepada sesama jenis dan lain jenis.
5. Transexual dan Transgender
Transexual adalah sebutan untuk orang yang ingin merubah kebiasaan hidup dan orientasi seksualnya secara biologis, berlawanan dengan yang dimiikinya sejak lahir. Sedangkan transgender adalah istilah untuk menunjukkan keinginan tampil berlawana dengan jenis kelamin yang dimiliki.
6. Intersexual
Istilah ini digunakan untuk mendefinisikan seseorang yang secara biologis tidak dapat diklasifikasikan sebagai laki-laki maupun perempuan karena memiliki karakteristik keduanya.
7. Asexual
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki ketertarikan seksual (sex orientation) kepada siapapun atau apapun.
8. LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, & Transgender)
Saat ini istilah ini lebih banyak digunakan untuk menggambarkan seseorang atau kelompok yang memilih identitas seksual selain heteroseksual. Saya katakan memilih karena individulah yang memutuskan dia akan hidup sebagai LGBT atau straight. Meski seseorang mempunyai SSA belum tentu dia akan memilih jalan sebagai LGBT.
9. Straight (Heterosexual)
Istilah ini digunakan untuk menyebut identitas seksual maupun orientasi seksual terhadap lawan jenis, atau lawan dari homosexual.
10. Homophobia
Istilah ini digunakan untuk menyebut tindakan atau orang yang anti-komunitas gay.

PENYEBAB, INDIKASI DAN ANTISIPASI
Menurut Sinyo penyebab dari munculnya SSA (Same Sex Attraction) pada seseorang berawal saat usia di bawah lima tahun (Balita). Menurut beliau usia tersebut adalah titik awal berbelok (pembentukan sudut pandang). Lalu apa saja yang dapat menjadi penyebab SSA, berikut diantaranya:
1. Anak butuh perlindungan (ketidaknyamanan) - salah model dikarenakan situasi atau kondisi yang memaksanya (terpaksa), hal ini dapat disebabkan antara lain karena:
a. Keluarga yang kurang harmonis atau broken home
b. Pola asuh atau mendidik anak dari bapak atau ibu yang otoriter (terlalu keras)
c. Dominasi ibu atau bapak
2. Anak yang terlalu dilindungi (over protected), hal ini dapat terjadi pada:
a. Anak bungsu (terakhir)
b. Anak tunggal
c. Anak satu-satunya dengan jenis kelamin berbeda
d. Anak yang dianggap istimewa; bisa karena kepandaiannya, ketampanan/ kecantikannya.
3. Anak yang bebas (liar) – tidak adanya role model, hal ini dapat terjadi pada:
a. Anak sulung (yatim dan/ atau piatu)
b. Anak satu-satunya dengan jenis kelamin berbeda
c. Anak dari keluarga yang sangat demokratis dibebaskan mengambil role model
d. Anak dari orang tua yang sibuk bekerja atau jarang berada di rumah (kurang kebersamaan)
 
Selanjutnya menurut Sinyo ada fase penguatan biasanya terjadi di umur enam sampai dengan sepuluh tahun:
1. Penguatan akibat trauma (luka jiwa), misalnya:
a. Kekerasan seksual (bagian dari pelecehan seksual)
b. Adegan kekerasan orang yang dicintai
2. Penguatan terhadap definisi – karakter:
a. Bully (penampilan, style, dan lain-lain)
b. Pola asuh (dandan, dan lain-lain)
c. Pilihan kesukaan (favorit film, karakter, dan lain-lain)

Umur 11 sampai dengan 14 tahun merupakan fase dimana anak mengalami kebingungan dan sekligus menjadi penguatan:
1. Seks pertama kali (keinginan/ mencari tahu) dari
a. Bacaan
b. Film
c. Dalam kehidupan nyata (termasuk kekerasan seksual)
2. Pemilihan kegiatan (mencoba mengatasi) antara lain:
a. Sepak bola
b. Pramuka
c. Membaca, menulis, puisi
d. Menari atau menyanyi (atau bidang kesenian lain)

Kemudian di usia 15 tahun ke atas merupakan fase pengkristalan
1. Self hypnosis (semakin jauh menyeret)
a. Bacaan (media, buku agama, dan lain-lain)
b. Ustadz (larangan, ketakutan, dan lain-lain)
c. Kelompok LGBT
2. Bergabung kelompok LGBT
3. Menyendiri (negatif)



“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena ALLAAH, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada ALLAAH, sesungguhnya ALLAAH Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(TQS. Al-Maidaah: 8)



 “Sesungguhnya ALLAAH menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya ALLAAH memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya ALLAAH adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

(TQS. An-Nisaa’: 58)



“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

 (TQS. Al-Hujaraat: 6)

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya ALLAAH akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya ALLAAH akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan ALLAAH Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(TQS. Al-Mujadilah: 11)

Thursday 29 January 2015

ATAS NAMA KEHORMATAN (DESHONORE)



       “Atas Nama Kehormatan”, buku ini  dapat membakar semangat untuk bangkit dari keterpurukan dan memberi inspirasi orang-orang lain terutama perempuan khususnya bagi korban ketidakadilan dan kekerasan ataupun pengekangan, baik secara fisik maupun psikologis. Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Alvabet berisi 204 halaman dengan ukuran 12,5x20 cm. Cerita dipaparkan oleh Mukhtar Mai (kakak perempuan yang dihormati) dan ditulis dengan bantuan Marie-Therese Cuny, seorang penulis yang sudah lama memperjuangkan hak-hak perempuan. Buku yang terbit pertama kali di Prancis 12 Januari tahun 2006 dengan judul “Deshonore” (Oh! Edition) dan kemudian pada 31 Oktober tahun yang sama dirilis di AS dengan judul “In The Name of Honor” ini merupakan sebuah memoar (true story) inspirasional dan menggugah tentang perjuangan seorang perempuan dalam menghadapi ujian yang sangat berat dalam hidupnya. Bagi perempuan manapun, peristiwa yang dihadapi Mukhtar Mai (MM) merupakan kisah tragis yang sulit dijalani, diingat, diceritakan. Namun demi keadilan, kehormatan serta harapan untuk kebaikan perempuan lain di seluruh dunia ini, MM, seorang perempuan Pakistan berani membuka lukanya dan menceritakan “kejahatan kehormatan” yang dialaminya yang merupakan aib baginya dan keluarganya, juga telah mencoreng kehormatan hukum/ pengadilan negeri pecahan India itu.

        Mukthar Mai (MM) bernama asli Mukhtaran Bibi. Nama populer Mukhtar Mai yang berarti “kakak perempuan yang dihormati” didapatkannya dari perjuangan berat nan panjang yang telah dilakukannya selama ini. MM adalah janda tanpa anak berusia 32 tahun yang merupakan anak seorang petani miskin. Beliau tinggal di Meerwala, sebuah desa kecil di selatan Punjab yang berdekatan dengan perbatasan India. Pada bulan Juni 2002 MM diperkosa oleh empat orang laki-laki dari suku klan Mastoi di desanya. Perkosaan tersebut adalah hukuman adat atas “kejahatan susila” yang dituduhkan terhadap adik laki-lakinya bernama Abdul Syakur yang baru berusia 12 tahun. Syakur difitnah telah melakukan zina (ziadti) dengan perempuan bernama Salma berusia lebih tua darinya (sekitar 27 tahun) yang merupakan anak dari suku Mastoi yang berkasta lebih tinggi. Syakur telah ditahan polisi. Sedang MM terpaksa harus menjalani hukuman untuk menebus kehormatan keluarganya yang bersuku Gujar, kasta lebih rendah dari Mastoi. Di depan pengadilan adat Dewan Jirga, MM bertekuk lutut meminta belas kasihan atas nama keluarganya dan memohon agar adiknya dibebaskan. Namun ternyata apa yang dilakukan MM justru mendapat tanggapan berupa tindakan bringas dari empat laki-laki Mastoi. MM diseret ke sebuah gubuk kemudian ditelanjangi dan disetubuhi secara paksa. Setelah diperkosa tubuh MM dibiarkan begitu saja tergeletak seorang diri di luar gubuk dengan setengah telanjang karena hanya dibalut pakaian yang telah terkoyak-koyak. Ratusan pasang mata penduduk desa yang melihatnya hanya diam tak berbuat-buat apa. MM hanya dapat menangis dan menjerit dalam hati, menahan sakit, malu dan marah.

        Pengalaman pahit MM ini telah mengundang banyak perhatian dari kalangan jurnalis juga aktivis perempuan serta pembela hak asasi manusia. MM dengan sangat berani berjuang melawan penindasan di desanya di mana itu justru difasilitasi atau dilindungi oleh dewan adat. Kebanyakan perempuan yang menjadi korban pemerkosaan akan lebih memilih untuk diam kemudian bunuh diri. Namun tidak dengan perempuan buta huruf ini. Meski beliau bukan termasuk perempuan yang berpendidikan namun tidak menghalangi niatnya untuk bangkit melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak-hak serta kehormatan diri, keluarga dan perempuan pada umumnya. Beliau mempunyai cita-cita mulia yaitu memberikan pendidikan dan pengobatan gratis kepada warga di desanya terutama perempuan agar tidak mengalami kesialan seperti dirinya. Beliau ingin memberantas kebodohan dan  penindasan di desanya. Kisah MM ini juga telah terangkum dalam film dokumenter tentang kekerasan seksual di Pakistan dengan judul “Land, Gold and Women”.    


      Berikut hasil perjuangan panjang MM dan beberapa apresiasi untuk beliau. Pada tanggal 5 Juli 2002 MM menerima uang kompensasi sebesar USD 8.200 dari pemerintah Pakistan. Dengan uang itu MM mendirikan pusat perlindungan dan pendidikan bagi perempuan “The Mukhtar Mai Womens’s Welfare Organization”. Tanggal 2 Agustus 2005 pemerintah Pakistan menganugerahi medali emas Fatima Jinnah atas keberanian dan keteguhan MM. 2 November 2005 Majalah AS “Glamour” menjuluki MM sebagai “Woman of The Year”. Tanggal 2 Mei 2006 di markas PBB MM menyampaikan pesan pada dunia bahwa seseorang harus berjuang demi hak mereka dan hak geerasi berikutnya. Bulan Desember 2006 MM dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia versi Majalah “TIME”. Atas kontribusi MM terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) pada Maret 2007 Dewan Eropa menghadiahinya Nourth-South Prize (2006).

        Di bawah ini saya sajikan juga beberapa kutipan yang saya ambil dari buku “Atas Nama Kehormatan” agar dapat memberikan inspirasi pada kita semua utamanya para perempuan. :)

“Kepercayaanku pada keadilan Tuhan mungkin lebih besar dari rasa percayaku pada keadilan manusia.” (MM)

“Kau takut pada setiap orang dan setiap hal. Jika kau terus bersikap seperti itu maka kau tak akan pernah berhasil. Kau harus menghadapi masalahmu sendiri.” (Naseem Akhtar)

“Ketidaksukaan laki-laki atas intelegensi yang dimiliki perempuanlah yang menjadi faktor tersingkirnya perempuan.” (MM)

“Perempuan harus menemukan pemahaman diri sendiri sebagai manusia juga menghormati diri sendiri sebagai seorang perempuan.” (MM)

“Aku percaya Tuhan, aku mencintai desaku, negaraku. Aku ingin mengubah keadaan negeri ini, membantu seluruh korban pemerkosaan dan generasi anak-anak perempuan di masa depan.” (MM)

“Apakah menjadi suatu dosa di negara jika seseorang dilahirkan miskin dan sebagai seorang perempuan?” (Mera Kya Kasur)

“Seseorang tidak seharusnya merasa bersalah atas kejahatan orang lain.” (Mera Kya Kasur)

“Hanya perempuan yang dapat mengerti betapa hancurnya, secara fisik dan psikologis, seorang perempuan setelah mengalami pemerkosaan...” (MM)

“Aku bukan hanya berjuang untuk diriku sendiri tapi juga untuk seluruh perempuan yang telah dihina atau diabaikan...” (MM)

“Kehormatan sejati tanah kelahiranku adalah memberikan kesempatan kepada perempuan, baik yang berpendidikan maupun yang buta huruf untuk menyuarakan protes demi menentang ketidakadilan yang dialaminya.” (MM)

"Jika kehormatan laki-laki terletak pada perempuan, lalu mengapa laki-laki ingin memperkosa atau membunuh kehormatan tersebut?” (MM) 


Thursday 22 January 2015

ANAKKU BERTANYA TENTANG LGBT

       Buku karya Sinyo (Agung Sugiarto) ini diterbitkan oleh Quanta, group Kompas Gramedia Elex Media Komputindo. Seperti buku sebelumnya,  Dua Wajah Rembulan (DWR) yang dierbitkan oleh Indie Pro Publishing, buku ini juga membahas tentang dunia LGBT (non-heteroseksual). Namun sesuai judulnya, dalam buku terdapat juga cara orang tua untuk melakukan pencegahan agar anak tidak melakukan tindakan homoseksual dan tidak mendapat pelecehan seksual; di sini pendidikan seks sejak dini sangat penting, serta hubungan baik antara orang tua dan anak - dalam hal ini termasuk komunikasi yang baik dan tebuka – sangat diperlukan. Tidak berhenti sampai disitu, ada juga kiat-kiat kita dalam menghadapi seseorang yang kita kenal telah melakukan tindakan homoseksual atau jika mengetahui anak kita sendiri mempunyai ketertarikan pada sesama jenis (Same Sex Attraction) atau mengakui dirinya seorang LGBT dan mugkin juga telah melakukan tindakan homoseksual.

       Sesuai dengan judul dan jenis bukunya tentunya. Bahasan tentang LGBT dibahas secara objektif dari berbagai sumber yang bisa dikatakan cukup mewakili dan berimbang. Hanya saja - menurut saya, seperti pada buku sebelumnya DWR yang sudah selesai saya baca juga - dapat saya nilai proporsi bahasan pencegahan dan solusi sangat sedikit dibanding dengan bahasan asal-usul, sejarah dan terkait serba-serbi dunia LGBT. Menurut saya akan lebih bagus lagi jika proporsi bahasan pencegahan dan solusi lebih banyak, atau paling tidak sama dengan serba-serbi dunia LGBT, mengingat buku “Anakku Bertanya Tentang LGBT” ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, tips/ kiat-kiat para orang tua terkait dunia LGBT, pencegahan tindakan dan cara menghadapi seseorang yang “ketahuan” atau mengakui telah melakukan tindakan homoseksual maupun yang sekedar mempunyai ketertarikan sesama jenis.

      Buku ini tidak hanya diperuntukan bagi para orang tua yang peduli terhadap perkembangan anaknya, tapi juga para calon orang tua dan siapapun yang ingin mengetahui tentang LGBT sebagai bekal pengetahuan untuk menghadapi permasalahan terkait itu, apakah itu terjadi pada diri sendiri ataupun orang terdekat. Dasar atau sumber yang dipakai penulis tentu saja menurut ajaran Islam, namun dapat dipakai untuk umum, karena Islam adalah ajaran universal, rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil’alamin).

      Penulis (Sinyo) adalah seorang yang concern dengan masalah LGBT ini, bahkan beliau mempunyai group Peduli Sahabat sebagai wadah untuk teman-teman yang ingin berkonsultasi masalah ini. Semoga dengan semakin banyak buku dan group yang terkait LGBT ini akan membantu permasalahan LGBT dan orang-orang yang mencintai atau peduli terhadap mereka. Karena kita sebenarnya turut andil dalam hal ini, secara langsung maupun tidak. Ingatlah untuk tetap memandang mereka sebagai seorang “manusia seutuhnya” bukan hanya ingat “label mereka sebagai LGBT”.


RELATED POST:
DUA WAJAH REMBULAN




“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi ALLAAH petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
(QS. Az-Zumar: 18)

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
(QS. Al-Israa’: 36)

“Orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah.”
(Sayyid Quthb)

”Siapa yang sanggup mengelola tekanan, dia yang layak disebut pahlawan.“
(Family DISCovery)

Tuesday 20 January 2015

REFORMASI BIROKRASI



Birokrasi sebagai instrumen dari suatu sistem pemerintahan dalam program mewujudkan kesejahteraan rakyat sangat ditentukan oleh sikap dan perilaku dari segenap pengelola atau birokrat, yaitu kesadaran akan fungsi dan peranannya sebagai abdi masyarakat (public services).

    Membangun pemerintahan yang bersih merupakan syarat utama dalam mewujudkan sistem dan mekanisme roda pemerintahan secara profesional, netral dan akuntabel serta patut diteladani dalam kepemimpinan sehingga mampu mencegah praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) sebagai penghambat usaha-usaha efektif dan efisien. Pemerintahan yang bersih akan terwujud jika dibangun oleh aparat yang bersih. Orang-orang yang bersih hanya ada pada mereka yang konsisten terhadap nilai-nilai agama yang diyakininya. Karenanya sebuah institusi pemerintahan dan penyelenggara administrasi negara harus sarat dengan nilai-nilai religius, beradab, bersih, kompeten, profesional, dan berpihak pada kepentingan publik tentunya. Inti permasalahan dalam membangun birokrasi yang efektif dan efisien adalah menempatkan para birokrat sesuai dengan kebutuhan, fungsi dan peranannya secara kompeten dan profesional, dengan latar belakang persyaratan yang harus dipenuhinya (the right man on the right place).
  
Salah satu potret buruk birokrasi adalah tingginya biaya yang dibebankan untuk layanan publik, waktu tunggu yang lama dan banyaknya pintu layanan yang harus dilewati. Selain itu juga karena kompetensi aparatur birokrasi yang rendah yang disebabkan rendahnya kualitas rekruitmen dan pembinaaan pegawai serta lebih dominannya kepentingan politis dalam kinerja birokrasi.

     Permasalahan dasar yang dihadapi bIrokrasi pemerintah adalah terdapatnya kecenderungan distrust (penurunan kepercayaan) masyarakat pada pemerintah. Hal ini disebabkan karena birokrasi pemerintah selama ini masih lamban dalam menyesuaikan diri dan merespon perkembangan yang semakin pesat sehingga belum maksimal dalam memenuhi tuntutan masyarakat.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi pemerintah tersebut disebabkan karena rendahnya kesadaran PNS (Pegawai Negeri Sipil) pada kedudukan dan perannya, sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dalam undang-undang tersebut telah dtegaskan bahwa pegawai negeri merupakan unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

     Perjalanan birokrasi di negeri kita Indonesia sangat dipengaruhi oleh beraneka ragam budaya dengan latar belakang karakter yang berbeda-beda sejak era pemerintahan berbentuk kerajaan, kolonialisme sampai pada era kemerdekaan. Birokrasi kita sejak terbebas dari cengkraman penjajah dan pada awal kemerdekaan yang kemudian disusul dengn lahirnya partai-partai politik dengan kepentingan politik yang didasarkan pada ideologi dan kekuasaan, birokrasi kita tidak pernah netral sebagai aparatur yang seharusnya berpihak kepada publik, bahkan cenderung sebagai mesin politik dan alat kekuasaan.
Jika dilihat dari perspektif historis, birokrasi telah menjadikan publik sebagai objek kekuasaan. Ketidakberpihakan birokrasi kepada publik ini tidak lepas dari awal kemunculan mereka yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah kolonial pada masa itu untuk mengeksploitasi publik. Hal ini berlanjut pada kurun waktu rezim orde baru berkuasa.
Kondisi objektif birokrasi yang demikian lama diwarnai oleh kekuasaan atas publik akan membutuhkan waktu yang lama untuk mengubahnya menjadi kekuasaan untuk publik.

Kinerja birokrasi yang buruk pada akhirnya akan dapat mempengaruhi gerak pembangunan dan daya saing ekonomi nasional dan global. Jika kita ingin menjadi negara maju dan terdepan dalam pembangunan maka reformasi birokrasi menjadi suatu keniscayaan.

Reformasi birokrasi mengisyaratkan adanya perubahan paradigma pengelolaan pemerintahan yang akan berimplikasi pada reformasi sistem kepegawaian. Sistem yang sebelumnya dengan pendekatan tata usaha kepegawaian dipandang sudah tidak relevan lagi dengan dinamika perkembangan masyarakat dan pemerintahan. Agar good governance dan pemerintahan yang bertanggung jawab dapat terwujud maka perlu adanya reformasi sistem kepegawaian yang diarahkan pada pengembangan aparatur/ SDM secara holistik dan terintegrasi.

    Siapapun yang memimpin bangsa ini tidak boleh berhenti berupaya melakukan terobosan agar birokrasi kita menjadi lebih efisien dan efektif serta kondusif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan namun menyederhanakan birokrasi dirasa perlu agar lebih mudah namun tidak menyalahi aturan, tidak menimbulkan high cost economic (biaya ekonomi yang tinggi), netral dan tidak diskriminasi dalam memberikan pelayanan. Dengan begitu sistem birokrasi di negeri ini tidak akan lagi menjadi beban ataupun batu sandungan bagi peningkatan kinerja ekonomi nasional.      

     Masih adanya lembaga departemen maupun nondepartemen atau dinas daerah yang dibentuk tanpa mempertimbangkan kebutuhan riil daerah, bahkan ada yang eksistensinya hanyalah untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu, mengakibatkan terjadinya inefisiensi dan inefektivitas birokrasi.

     Mengingat karakteristik masyarakat yang kini semakin kritis menjadikan tantangan peningkatan kualitas pelayanan publik semakin relevan. Sikap kritis ini karena kuantitas masyarakat yang berpendidikan tinggi terus meningkat. Kemakmuran status ekonomi masyarakat memicu terciptanya kebutuhan-kebutuhan pelayanan publik baru yang perlu dipenuhi pemerintah sehingga tuntutan publik atas pelayanan menjadi kian kompleks.

Karenanya birokrasi harus berupaya untuk memunculkan jiwa kewirausahaan. Jiwa kewirausahaan adalah kemampuan mencari cara baru guna memaksimalkan produktivitas dan efektivitas agar birokrasi dapat beradaptasi dengan era globalisasi yang berlangsung cepat seiring perkembangan teknologi yang kian canggih. Kondisi ini mengharuskan organisasi publik siap melakukan perubahan fundamental organisasional demi menuju good governance.
Sehingga perlu juga dilakukan revitalisasi birokrasi melalui optimalisasi kapasitas birokrasi, mencakup bebrapa aspek diantaranya:
  1. Aspek kelembagaan; dengan melakukan restrukturisasi fungsi dan organisasi birokrasi yang semula besar menuju sebuah organisasi birokrasi yang ramping, cepat dan murah
  2. Aspek sumber daya manusia (SDM); dengan menciptakan SDM yang kompeten di bidangnya melalui beberapa strategi yaitu proses rekrutmen, pensiun dini, pelatihan dan pengembangan pegawai serta peninjauan sistem karir yang baik dan rapi
  3. Aspek manajemen organisasi dan keuangan; perspektif manajemen dan keuangan dengan membentuk birokrasi modern yang secara fisik organisasional kecil namun secara kualitatif berkapasitas besar, sehingga kualitas pelayanan publik yang diberikan semakin baik dengan biaya dapat ditekan.

     Sesungguhnya birokrasi adalah tipe organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis. Dengan kata lain birokrasi merupakan alat atau instrumen untuk memuluskan jalannya pelaksanaan/ implementasi kebijakan pemerintah dalam usaha melayani masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal ini, konsep ideal Weber masih relevan untuk dijadikan rujukan, tentu dengan beberapa penyesuaian.
Tipe ideal organisasi bagi Weber melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip rasionalitas yang bercirikan pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi. Pada dasarnya tipe ideal birokrasi yang digagas Weber mempunyai tujuan untuk menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Namun dalam prakteknya konsep Weber tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi terkini, apalagi dalam konteks negara Indonesia, masih perlu ada pembaharuan makna dan kandungan birokrasi.
Pada pandangan tersebut birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. So, birokrasi dalam pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintah. Birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada unsur subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas – melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di dalamnya.
BACA JUGA TENTANG BIROKRASI WEBER DI SINI. 
     Birokrasi sering dikritik dalam prakteknya banyak menimbulkan masalah inefisiensi serta hanya menjadi ajang politisasi yang dilakukan oknum partai yang ingin meraih kekuasaan dan jabatan politis.
Masyarakat memandang kecenderungan birokrasi akhir-akhir ini benar-benar memprihatinkan sehingga diramalkan akan semakin menggejala dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang tidak bisa lagi dianggap sebagai bencana baru yang menakutkan.
Patologi birokrasi dicirikan oleh kecenderungan patologis terhadap persepsi, perilaku dan gaya manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar hukum, keperilakuan, dan adanya situasi internal. Birokrasi memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan pribadi (self serving), mempertahankan status quo, resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hingga birokrasi terkesan lebih mementingkan prosedur dari pada substansi, lamban dan menghambat kemajuan.

     Birokrasi di kebanyakan negara berkembang – termasuk di negara kita, Indonesia – cenderung bersifat patrimonialistik yang tidak efisien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika dikritik, menghindari kntrol, tidak mengabdi pada kepentingan umum, tidak lagi menjadi pelayan rakyat namun telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif.
Hal tersebut terlihat dengan adanya gejala yang menunjukkan bahwa birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat. Kecaman dan pesimisme semakin jelas terlihat karena banyak anggota masyarakat yang merasakan berbagai perilaku birokrat yang tidak dapat memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakat yang dilayaninya.
Birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan misalnya, berada dalam suatu kondisi organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan. Masyarakat pengguna layanan banyak yang mengeluh dan memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.

     Pada dasarnya pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau instansi kepada masyarakat (pengguna layanan) demi mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan masyarakat dengan berbagai kepentingan dan tujuan. So, institusi pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah ataupun nonpemerintah. Apapun bentuk institusi pelayanannya yang terpenting adalah bagaimana dapat memberikan bantuan dan kemudahan demi memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

     Untuk merespon kesan buruk birokrasi, birokrasi perlu melakukan perubahan sikap dan perilakunya, antara lain:
  1. Mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada pengayoman dan pelayanan masyarakat dan menghindari kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan
  2. Melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif, dan efisien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani – termasuk membagi tugas yang dapat diserahkan ke masyarakat
  3. Melakukan perubahan sistem dan prosedur kerja dimana lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern, yakni pelayanan cepat, tepat, akurat, transparan dan berkualitas, serta efisiensi biaya dan ketepatan waktu
  4. Memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan
  5. Melakukan tranformasi diri dari birokrasi yang rigid (kaku) menjadi lebih fleksibel, inovatif, responsif dan desentralistis.
Organisasi birokrasi yang mampu memberi pelayanan publik secara efektif dan efisien pada masyarakat adalah organisasi yang strukturnya terdesentralisasi. Dengan struktur yang terdesentralisasi maka akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan masyarakat, sehingga birokrat dapat dengan cepat melayani sesuai harapan masyarakat.

      Selain itu, budaya organisasi birokrasi juga menjadi faktor penting, sehingga perlu dipersiapkan SDM atau aparat yang benar-benar mampu (capability), memiliki loyalitas kepentingan, keahlian (competency), dan mempunyai keterkaitan kepentingan (coherency) dan consistency.

 Pemerintah harus mempersiapkan aparat birokrasi yang profesional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented), namun lebih pada pencapaian tujuan (goal oriented).

    Berikut ini beberapa solusi strategis untuk mengatasi persoalan kemunduran birokrasi dalam hal pelayanan publik:
  1. Merubah paradigma birokrasi mengenai konsep pelayanan
  2. Menjalankan kebijakan publik yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat dibanding penguasa atau elit tertentu
  3. Unsur pemerintah, privat dan masyarakat harus bekerja secara sinergis sesuai dengan peran masing-masing
  4. Membuat dan menjalankan peraturan daerah yang secara jelas dan tegas menerapkan standard minimal pelayanan publik dan saksi bagi yang melanggarnya
  5. Menyusun dan menjalankan mekanisme pengawasan sosial yang jelas mengenai pelayanan publik antara birokrat dan masyarakat yang dilayani
  6. Perlu adanya strong leadership (kepemimpinan yang kuat) dalam melaksanakan komitmen pelayanan publik
  7. Berupaya melakukan reformasi di bidang sistem administrasi publik (administrative reform)
  8. Memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan (continuous empowerment) dan demokratis


 
[Referensi: Reformasi Birokrasi Menuju Pemerintahan yang Bersih (Telaah Kritis Terhadap Perjalalan Birokrasi di Indonesia) oleh Ahmad Sumargono]





    “Dan DIA lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan DIA meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-NYA kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-NYA dan sesungguhnya DIA Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-An’aam: 165)

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan ALLAAH. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari  jalan ALLAAH akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”
(QS.Shaad: 26)