Buku ini telah menambah pengetahuan kita tentang dunia SSA (Same Sex Attraction) dan atau LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transexual) –
termasuk juga Transgender, Interseksual dan Aseksual; yang bagi kebanyakan
orang masih tabu untuk dibahas/ dibicarakan. Keunggulan dari buku ini adalah penulis (Sinyo)tidak berusaha
memposisikan diri pada salah satu kubu yang banyak disebut/ ditetapkan orang
dengan kelompok/ individu yang “pro” maupun “kontra” LGBT, karena mungkin
memang bukan itu tujuannya. Menurut saya, tujuannya tentu saja mengedukasi
pembaca terutama masyarakat awam tentang dunia SSA dan atau LGBT serta
memberikan “alternatif pilihan” - untuk tidak saya katakan sebagai ajakan -
bagi yang sudah “memilih” – untuk tidak saya katakan terjerumus – dalam dunia
LGBT ataupun yang mempunyai orientasi SSA untuk “kembali” ke fitrah manusia
(jalan lurus Islam bagi yang beragama Islam - dan sesuai agama yang dianut
masing-masing - dimana menurut kesepakatan sebagian besar ulama dan tokoh agama
dengan sumber kitab suci dan sabda Rasul serta menurut ilmuwan mengatakan bahwa fitrah manusia adalah
heteroseksual, meskipun tidak menutup kemungkinan muncul ketertarikan terhadap
sesama jenis). Memandang orientasi tersebut sebagai ujian adalah pandangan dan
cara bersikap yang bijak. Lewat buku ini penulis mengingatkan dan mengajak kita
untuk tidak serta merta menghakimi individu atau kelompok yang mempunyai
orientasi selain heteroseksual, apakah itu SSA, dan kondisi lain, sebagai
seorang “pendosa”. Penulis secara obyektif memberikan gambaran pandangan dari
kedua kubu serta asal-usul dan sejarah tentang perilaku homoseksual dari
berbagai sumber, bukti dan dasar.
Namun masih ada beberapa kekurangan yaitu beberapa ejaan, bahasa, urutan,
sumber dan menurut saya isinya yang terlalu/ lebih banyak teoritisnya (sejarah,
pandangan, dsb) sedangkan isu utama terkait penelitian yang diambil yang
menurut saya kurang, misal kisah nyata, fakta dan alternatif solusi. Jadi lebih
pada proporsi isinya yang kurang seimbang, mungkin karena memang narasumber
terlalu sedikit? Atau karena memang sifatnya eksposisi tidak seperti buku
berikutnya “Anakku Bertanya tentang LGBT” (ABtL) yang mungkin lebih preventif, solutif dan aplikatif? Maaf saya belum selesai membaca buku yang
terbaru ini. :)
Mungkin ada yang bilang bahwa dunia hanya ada dua warna kubu/ blok, “hitam”
dan “putih”, namun kenyataannya tidak seperti itu, diantara keduanya ada yang
mengambil posisi di “tengah-tengah” (netral
atau nonblok) dan sebut saja “abu-abu”. Begitupun dalam menyikapi individu
atau kelompok dengan orientasi SSA dan atau perilaku LGBT, bahkan yang Interseks
dan Aseksual sekalipun; tidak hanya ada yang Pro yang memperjuangkan hak-hak
mereka, membela mereka, mendukung mereka, namun ada pula yang Kontra yang oleh
lain pihak disebut Homophobia karena
dianggap tidak mau mengerti, hanya bisa mencaci, menghina, menjauhi dan
menyalahkan bahkan mungkin melakukan kekerasan baik secara fisik maupun psikis
(verbal ataupun nonverbal). Diantara keduanya ada pihak ketiga yang tidak pernah
dibahas atau muncul di permukaan. Dimana pihak ini menyadari dan mengakui
individu dengan orientasi SSA dan atau LGBT, Interseks, Aseksual, serta kondisi
lain memang ada di masyarakat dan mereka tidak menyalahkan, menghakimi, menjauhi,
menghina dan mengutuk namun justru mencoba memahami sekaligus membantu individu
dengan orientasi SSA dan kondisi Interseks maupun Aseksual untuk tidak serta
merta memilih menjadi LGBT (Pro LGBT) dan atau tidak berbuat sesuatu yang
merugikan dirinya sendiri serta keluarga dan orang-orang tersayang/ terdekat
(menyakiti diri sendiri misalnya atau menyakiti orang lain) dan dengan membabi
buta menyerang Kontra LGBT.
Karena budaya ketimuran yang masih sangat melekat di negeri kita -
Indonesia, dan pengetahuan serta kebijaksanaan/ kedewasaan dan toleransi atau
kepekaan/ kepedulian masyarakatnya yang kurang menyebabkan individu yang
mempunyai SSA menjadi takut, malu, benci, bingung, terhadap kondisi dirinya dan
tanggapan orang-orang di sekitarnya. Mereka tentu bingung harus bicara dan
konsultasi ke mana/ ke siapa, sedangkan satu-satunya yang peduli terhadap
mereka dan bisa menerima mereka adalah yang Pro LGBT (aktivis dan komunitas
LGBT). Wajar jika semakin banyak jumlah mereka. Jika saja ada individu,
kelompok, komunitas formal maupun non formal yang “abu-abu” atau “di
tengah-tengah” tadi mau muncul dan semakin banyak; saya yakin akan semakin
banyak orang yang terbantu; bukan saja individu dengan SSA, Interseks,
Aseksual, dan pelaku LGBT, tapi juga teman dan keluarga mereka, organisasi
masyarakat bahkan pemerintah sekalipun. Semoga semakin banyak orang-orang
seperti penulis buku DWR (Mas Sinyo,
salut saya :) ) yang dengan ikhlas membantu saudara-saudara kita untuk kuat menjalani cobaan/
ujian hidup yang berat tersebut. Yuk
teman-teman, pembaca ikut mengedukasi masyarakat luas tentang masalah/ isu SSA
dan atau LGBT ini.
RELATED POST:
ANAKKU BERTANYA TENTANG LGBT
“Ibrahim berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.’ ”
(QS. Al Hijr:
56)
“Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya
(perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”
(QS.
Asy-Syuura: 43 )
”Sesungguhnya ALLAAH tidak akan merubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.”
(QS.
Ar-Ra'd: 19)
”Siapa yang sanggup mengelola
tekanan, dia yang layak disebut pahlawan.“
(Family DISCovery)
No comments:
Post a Comment