| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Monday 19 January 2015

DUA WAJAH REMBULAN



     Buku ini telah menambah pengetahuan kita tentang dunia SSA (Same Sex Attraction) dan atau LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transexual) – termasuk juga Transgender, Interseksual dan Aseksual; yang bagi kebanyakan orang masih tabu untuk dibahas/ dibicarakan. Keunggulan dari buku ini adalah penulis (Sinyo)tidak berusaha memposisikan diri pada salah satu kubu yang banyak disebut/ ditetapkan orang dengan kelompok/ individu yang “pro” maupun “kontra” LGBT, karena mungkin memang bukan itu tujuannya. Menurut saya, tujuannya tentu saja mengedukasi pembaca terutama masyarakat awam tentang dunia SSA dan atau LGBT serta memberikan “alternatif pilihan” - untuk tidak saya katakan sebagai ajakan - bagi yang sudah “memilih” – untuk tidak saya katakan terjerumus – dalam dunia LGBT ataupun yang mempunyai orientasi SSA untuk “kembali” ke fitrah manusia (jalan lurus Islam bagi yang beragama Islam - dan sesuai agama yang dianut masing-masing - dimana menurut kesepakatan sebagian besar ulama dan tokoh agama dengan sumber kitab suci dan sabda Rasul serta menurut ilmuwan mengatakan bahwa fitrah manusia adalah heteroseksual, meskipun tidak menutup kemungkinan muncul ketertarikan terhadap sesama jenis). Memandang orientasi tersebut sebagai ujian adalah pandangan dan cara bersikap yang bijak. Lewat buku ini penulis mengingatkan dan mengajak kita untuk tidak serta merta menghakimi individu atau kelompok yang mempunyai orientasi selain heteroseksual, apakah itu SSA, dan kondisi lain, sebagai seorang “pendosa”. Penulis secara obyektif memberikan gambaran pandangan dari kedua kubu serta asal-usul dan sejarah tentang perilaku homoseksual dari berbagai sumber, bukti dan dasar.

    Namun masih ada beberapa kekurangan yaitu beberapa ejaan, bahasa, urutan, sumber dan menurut saya isinya yang terlalu/ lebih banyak teoritisnya (sejarah, pandangan, dsb) sedangkan isu utama terkait penelitian yang diambil yang menurut saya kurang, misal kisah nyata, fakta dan alternatif solusi. Jadi lebih pada proporsi isinya yang kurang seimbang, mungkin karena memang narasumber terlalu sedikit? Atau karena memang sifatnya eksposisi tidak seperti buku berikutnya “Anakku Bertanya tentang LGBT” (ABtL) yang mungkin lebih preventif, solutif dan aplikatif? Maaf saya belum selesai membaca buku yang terbaru ini. :)


    Mungkin ada yang bilang bahwa dunia hanya ada dua warna kubu/ blok, “hitam” dan “putih”, namun kenyataannya tidak seperti itu, diantara keduanya ada yang mengambil posisi di “tengah-tengah” (netral atau nonblok) dan sebut saja “abu-abu”. Begitupun dalam menyikapi individu atau kelompok dengan orientasi SSA dan atau perilaku LGBT, bahkan yang Interseks dan Aseksual sekalipun; tidak hanya ada yang Pro yang memperjuangkan hak-hak mereka, membela mereka, mendukung mereka, namun ada pula yang Kontra yang oleh lain pihak disebut Homophobia karena dianggap tidak mau mengerti, hanya bisa mencaci, menghina, menjauhi dan menyalahkan bahkan mungkin melakukan kekerasan baik secara fisik maupun psikis (verbal ataupun nonverbal). Diantara keduanya ada pihak ketiga yang tidak pernah dibahas atau muncul di permukaan. Dimana pihak ini menyadari dan mengakui individu dengan orientasi SSA dan atau LGBT, Interseks, Aseksual, serta kondisi lain memang ada di masyarakat dan mereka tidak menyalahkan, menghakimi, menjauhi, menghina dan mengutuk namun justru mencoba memahami sekaligus membantu individu dengan orientasi SSA dan kondisi Interseks maupun Aseksual untuk tidak serta merta memilih menjadi LGBT (Pro LGBT) dan atau tidak berbuat sesuatu yang merugikan dirinya sendiri serta keluarga dan orang-orang tersayang/ terdekat (menyakiti diri sendiri misalnya atau menyakiti orang lain) dan dengan membabi buta menyerang Kontra LGBT.

     Karena budaya ketimuran yang masih sangat melekat di negeri kita - Indonesia, dan pengetahuan serta kebijaksanaan/ kedewasaan dan toleransi atau kepekaan/ kepedulian masyarakatnya yang kurang menyebabkan individu yang mempunyai SSA menjadi takut, malu, benci, bingung, terhadap kondisi dirinya dan tanggapan orang-orang di sekitarnya. Mereka tentu bingung harus bicara dan konsultasi ke mana/ ke siapa, sedangkan satu-satunya yang peduli terhadap mereka dan bisa menerima mereka adalah yang Pro LGBT (aktivis dan komunitas LGBT). Wajar jika semakin banyak jumlah mereka. Jika saja ada individu, kelompok, komunitas formal maupun non formal yang “abu-abu” atau “di tengah-tengah” tadi mau muncul dan semakin banyak; saya yakin akan semakin banyak orang yang terbantu; bukan saja individu dengan SSA, Interseks, Aseksual, dan pelaku LGBT, tapi juga teman dan keluarga mereka, organisasi masyarakat bahkan pemerintah sekalipun. Semoga semakin banyak orang-orang seperti penulis buku DWR (Mas Sinyo, salut saya :) ) yang dengan ikhlas membantu saudara-saudara kita untuk kuat menjalani cobaan/ ujian hidup yang berat tersebut. Yuk teman-teman, pembaca ikut mengedukasi masyarakat luas tentang masalah/ isu SSA dan atau LGBT ini. 

RELATED POST:
ANAKKU BERTANYA TENTANG LGBT 




“Ibrahim berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.’ ”
(QS. Al Hijr: 56)

“Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”
(QS. Asy-Syuura: 43 )

”Sesungguhnya ALLAAH tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra'd: 19)

”Siapa yang sanggup mengelola tekanan, dia yang layak disebut pahlawan.“
(Family DISCovery)
 

No comments:

Post a Comment