“THE
MESSIANIC LEGACY: WARISAN ABADI SEORANG MESIAS”
#1
International Bestseller
By
Michael Baigent, Richard Leigh & Henry Lincoln
(Trio
Penulis ‘The Holy Blood & The Holy Grail’)
Setelah saya selesai membaca buku terjemahan bahasa
Indonesia dari The Messianic Legacy,
yang merupakan karya dari tiga penulis The
Holy Blood & The Holy Grail ada beberapa
catatan penting yang perlu saya utarakan di sini, berkaitan dengan
isi buku tersebut. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.
BAGIAN
SATU: SANG MESIAS
1.
Pengetahuan dan Pemahaman Publik
- Injil ditulis antara tahun 65-100 masehi, lebih dari 60 tahun setelah kelahiran kristus.
Tak satupun sejarawan atau cendekiawan alkitab dengan
reputasi tinggi akan menyangkal bahwa kitab injil paling awal ditulis
setidaknya satu generasi setelah kejadian-kejadian yang dilukiskan di
dalamnya.
- Ikrar antimodernis mulai diperkenalkan pada tahun 1910. Mayoritas kaum modernis ini bekerja keras dalam ruang lingkup Gereja, hingga mereka dikutuk secara resmi oleh Paus Pius X pada tahun 1937.
- Kertas gulung laut mati ditemukan pada tahun 1947 di sela-sela reruntuhan komunitas pertapa Qumran di Essene. Dari hasil temuan besar itu banyak diantaranya yang tidak dipublikasikan, meskipun lambat laun diketahui orang, ia kemudian diedarkan dan dipelajari.
- Rohaniwan modern yang katakanlah ‘kutu buku’ sesungguhnya sangat menyadari, misalnya perbedaan yang ada antara isi Perjanjian Baru dan apa yang ditambahkan dari tradisi yang muncul belakangan. Namun sayangnya penganut kristen kebanyakan masih tetap kurang peduli sebagaimana para pendahulu mereka berabad-abad lalu dan ia justru menjadi penganut setia serial kisah sederhana yang sama, yang didengarnya ketika ia masih kanak-kanak.
- Masih banyak orang yang tidak tahu, atau tahu namun tidak peduli bahwa isi injil-injil itu kontradiktif satu sama lain. Atau masih terdapat injil-injil selain yang terdapat dalam Perjanjian Baru, yang seenaknya tidak diikutsertakan dalam injil oleh dewan yang terdiri dari manusia-manusia yang tentunya mudah jatuh dalam kesalahan. Bahwa keilahian Yesus telah diputuskan oleh Dewan Nicea, kurang lebih tiga abad sesudah kehidupan Yesus.
2.
Yesus Sebagai Raja Israel
Injil Matius dan Lukas menyatakan secara eksplisit bahwa
Yesus adalah keturunan raja – dari garis keturunan Raja Salomo
(Sulaiman) dan David (Daud). Ketiga orang Majus itu mencari “bayi
raja orang Yahudi”. Dalam Lukas 23:3, “Yesus dituduh menyesatkan
bangsa kami dan melarang membayar pajak pada kaisar dan menyatakan
bahwa ia adalah kristus, yaitu raja”. Dalam Matius 21: 9 ketika ia
memasuki Yerusalem dengan penuh kemenangan Yesus disambut dengan
teriakan orang banyak, “hosana bagi anak Daud”. Tak diragukan
lagi bahwa Yesus disambut sebagai raja. Bahkan Injil Lukas dan
Yohanes menggambarkan secara eksplisit tentang peristiwa tersebut.
Dalam Yohanes 1: 49 Nathanael menamakan Yesus, “Engkaulah raja
orang Yahudi itu”. Tentu saja kita juga tak bisa melupakan bahwa
terdapat pahatan “Raja orang Yahudi” yang diperintahkan Pilatus
untuk dipakukan pada kayu salib. Tentang status Yesus selaku raja
terdapat bukti dalam penuturan Injil tentang pembunuhan massal yang
diperintahkan Herodes terhadap bayi-bayi yang tidak berdosa (Matius
2: 3-14). Walaupun catatan tentang kejadian historis tersebut sangat
diragukan, penuturan ini membuktikan rasa cemas Herodes tentang
kelahiran Yesus:
“Ketika
raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia... Dikumpulkannya semua
imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi... Lalu dimintanya
keterangan dari mereka, di mana kristus akan dilahirkan. ‘di
Bethlehem, di tanah Yudea’, mereka berkata kepadanya. ‘karena
demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi’...”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gelar
Kristus berarti Raja, raja bagi orang Yahudi. Yesus bukanlah Tuhan.
Dalam iman orang Islam pun diyakini bahwa Isa (Yesus) adalah
seseorang yang terpilih dan diutus khusus untuk Bani Israel/ Yahudi.
3.
Konstantine Sebagai Mesias
Dari kaum Merovingian hingga Habsburg, dinasti Eropa
mengagungkan diri dan diagungkan oleh raja mereka sebagai dinasti
yang mendapat mandat khusus dari atas langit. Raja tidak lebih dari
pelayan belaka, bejana, kendaraan yang dengan itu keilahian akan
menanamkan dirinya. Sampai pada tahap itu, raja
sendiri dianggap dapat dikorbankan.
Hal
inilah yang mendasari kepercayaan trinitas dan dosa awal serta konsep
penyelamatan Yesus atas dosa-dosa manusia melalui pengorbanan dengan
disalib menurut kepercayaan Kristen Paulus.
Dalam
banyak kultur kuno, memang, raja dikorbankan melalui upacara setelah
kurun waktu yang telah ditetapkan. Pembunuhan raja dengan upacara
adalah salah satu ritual paling murni dan menyebar luas dari
peradaban manusia paling awal. Meskipun terdapat variasi simbolis
tertentu, Yesus disesuaikan dengan pola ini. Tidak cukup hanya itu,
dalam kultur kuno di berbagai belahan dunia jasad raja yang
dikorbankan tersebut menjadi objek pesta, dagingnya
dimakan dan darahnya diminum. Hal ini adalah
isyarat bahwa mereka mereguk lalu menyatukan kebajikan dan kekuasaan
dari raja mereka yang telah mati tersebut. Sisa
tradisi ini terlihat cukup jelas dalam upacara Komuni
Kudus (Sakramen Ekaristi) orang
Kristiani (Kristen Paulus/ Katolik).
Mesias
Pejuang, Penyelamat Gereja
Konstantine yang menguasai Roma tahun 312 M sampai
kematiannya (337 M) adalah peletak batu pertama dalam sejarah dan
perkembangan agama Kristen (Katolik/ Roma). Pada jaman itu jumlah
orang Kristen cukup banyak di kerajaan Roma dan dia membutuhkan
dukungan untuk melawan Maxentius, saingannya bagi tahta kekaisaran.
Dengan
maklumat Milan yang disebarkan tahun 313 dia melarang segenap bentuk
penganiayaan monotheisme di kekaisarannya. Dia mengijinkan para
pemuka gereja untuk menjadi bagian dari pemerintahan sipil dan dengan
berbuat demikian maka terbukalah jalan bagi gereja untuk memantapkan
kekuasaan sekulernya. Dihibahkannya Istana Lateran pada Uskup Roma,
dan Roma mampu memanfaatkannya sebagai sarana untuk memantapkan
supremasinya terhadap saingan pusat-pusat otoritas agama Kristen di
Alexandria dan Antiokhia.
Akhirnya,
dia mengetuai Dewan Nicea pada 325 M. Melalui dewan ini beragam
bentuk agama Kristen saling berhadapan dan mereka menyatukan
perbedaan-perbedaan yang ada. Hasil dari Dewan
Nicea adalah Roma menjadi pusat resmi dari sifat ortodoks agama
Kristen, dan setiap penyimpangan dari sifat ortodoks tersebut menjadi
bid’ah, bukan sekedar perbedaan pendapat atau interpretasi. Dalam
Dewan Nicea ini pulalah keilahian Yesus dan sifat keilahiannnya
ditetpakan melalui pemungutan suara. Inilah
asal usul doktrin/ prinsip Trinitas yang kita kenal sekarang. Jadi
dapat disimpulkan bahwa agama Kristen seperti yang kita ketahui
dewasa ini pada pokoknya bukan berasal dari jaman Yesus namun dari
Konsili Nicea.
Perlu diketahui bahwa pada saat pertempuran di jembatan
Milvian untuk meraih tahta kekaisaran Konstantine menang dan
setelahnya senat Roma mendirikan monumen kemenangan di Colloseum.
Menurut pahatan pada monumen tersebut, kemenangan Konstantine dicapai
berkat bantuan Dewa, dan dewa tersebut bukanlah Yesus, namun Sol
Invictius (Matahari yang tidak kasat mata).
Ya, Konstantine adalah anggota sekte pemujaan Sol Invictius.
Berlawanan dengan tradisi, konstantine tidak menjadikan agama Kristen
sebagai agama negara Roma. Agama negara Roma di bawah pemerintahan
Konstantine adalah berbentuk pemujaan terhadap dewa matahari, dan
Konstantine berfungsi sebagai imam kepala. Citra Konstantine sebagai
orang kafir yang kemudian menajadi penganut Kristen yang taat adalah
salah. Bahkan menjelang kematiannya dia tidak dibaptis.
Sebenarnya pemujaan terhadap Sol Invictus berasal dari
Syria (Suriah). Mulai dikenal di Roma sejak seabad sebelum
Konstantine. Pada intinya ajaran ini bersifat monotheistis, bukan
politheistis. Sebenarnya ajaran ini menempatkan dewa matahari sebagai
pusat dari seluruh sifat dewa.
Di bawah dukungan sekte pemujaan terhadap Sol Invictus
ini agama Kristen maju pesat. Doktrin kristen seperti yang telah
disebarluaskan oleh Roma pada jaman itu memiliki banyak kesamaan
dengan sekte pemujaan Sol Invictus. Gereja awal tidak memiliki
perasaan bersalah dengan memodifikasi butir-butir dogmanya sendiri
untuk menarik manfaat dari peluang itu. Lewat maklumat yang
disebarluaskan pada tahun 321 M Konstantine memerintahkan persidangan
hukum agar menutup “the venerable day of the
sun” (hari matahari yang dijunjung tinggi),
menyatakan hari itu adalah hari libur. Semenjak itu agama Kristen
menyatakan hari Sabtu, hari Sabat dalam agama Yahudi, sebagai hari
sakral.
Selain
itu hingga abad keempat kelahiran Yesus dirayakan pada tanggal 6
Januari. Namun bagi sekte pemujaan Sol Invictus secara simbolis hari
terpenting dalam setahun adalah tanggal 25 Desember, yaitu festival
Natalis Invictus, kelahiran/ kelahiran kembali matahari. Dalam kaitan
dengan ini pula agama Kristen menyesuaikan diri dengan rezim serta
agama negara yang telah ditentukan. Busana tertentu juga diambil
begitu saja dari agama negara tersebut. Jadi cahaya yang memahkotai
kepala dewa matahari menjadi lingkaran cahaya (aura) orang Kristen.
Sekte pemujaan terhadap Sol Invictus juga bergandengan
dengan sekte Mithra, sekte yang masih bertahan hidup dari agama
Zoroastri berasal dari Persia (sekarang Iran). Bahkan sedemikian
eratnya Mithraisme dengan Sol Invictus hingga keduanya kerap
membingungkan. Keduanya menekankan status matahari, meyakini bahwa
hari minggu adalah hari sakral, merayakan festival kelahiran besar
pada tanggal 25 Desember. Akibatnya agama Kristen juga menemukan
titik temu dengan Mithraisme. Agama Kristen
yang bergabung dan mengambil bentuk pada jaman Konstantine
sesungguhnya adalah bentuk campuran, berisi kumpulan dari pemikiran
yang berasal dari sekte pemujaan dewa matahari Sol Invictus dan
Mithraisme. Agama Kristen yang kita kenal sekarang dalam berbagai hal
sesungguhnya lebih dekat dengan sistem keyakinan kafir ketimbang pada
asal muasalnya sebagai agama Yudais.
Dalam minatnya terhadap persatuan, Konstantine memang
sengaja mencampurkan perbedaan antara agama Kristen, Sol Invictus dan
Mithraisme. Dia mentolerir pendewaan Yesus sebagai manifestasi awal
dari Sol Invictus. Dibangunnya gereja pada salah satu kawasan kota,
dan di kawasan lainnya dia mendirikan patung-patung Dewi Bunda Cybele
dan Sol Invictus, di mana ciri-ciri dewa matahari tersebut mirip
dengannya. Penekanan atas persatuan lagi-lagi terlihat jelas. Iman di
mata Konstantine adalah masalah politik dan setiap iman yang
mendukung persatuan diperlakukan dengan penuh kesabaran.
Eusobius, uskup ksatria, salah satu tokoh pemimpin
teologis di jamannya sekaligus rekan dekat kaisar sangat simpatik
tentang pentingnya monarki. “monarki mengungguli seluruh jenis
konstitusi dan pemerintahan. Dibanding anarki dan perang saudara yang
menjadi alternatif, poliarki lebih didasarkan pada kesetaraan. Untuk
alasan itulah hanya ada satu tuhan, bukan dua atau tiga atau bahkan
lebih.”
Perlu
diketahui bahwa tak satupun ditemukan versi perjanjian baru masih
dalam keadaan lengkap, yang berusia sebelum pemerintahan Konstantine.
Perjanjian baru yang kita tahu sekarang ini sebagian besar merupakan
produk Konsili Nicea dan para konsul gereja dari era yang sama.
4.
Yesus sebagai Pejuang Pembebasan
Kaum
Zealot dan Kerancuan Makna Bahasa dalam Injil
Saat
sebuah nama, kata atau kalimat percakapan bahasa Ibrani atau Aramais
dialihbahasakan ke bahasa Yunani atau bahasa modern lainnya,
seringkali akan menjadi berbeda dari makna aslinya. Misalnya Yesus
dari Nazarean menjadi Yesus dari Nazareth. Bahkan Yesus sendiri bukan
nama Yuda tapi nama Yunani.
Kemudian
tokoh Simon Zelot di The New English Bible disebut Simon si Patriot.
Dalam Matius dan Markus versi King James ada referensi Simon orang
Kanaan. Kata Aramai bagi Zealot adalah Qannai yang diterjemahkan
menjadi Kananaios dalam bahasa Yunani.
Dalam
Injil muncul nama Simon lain, Simon Bar Jonas yang berarti Simon anak
Jonas, padahal ayah Simon adalah Zebedeus. Ternyata ini adalah
kesalahan menerjemahkan Bar Jonas dari kata Barjonna yang seperti
Kananaios yang berarti kriminal, anarkis atau Zealot. Jadi sebenarnya
mereka adalah orang yang sama.
Ada
lagi Simon Petrus yang sebenarnya berarti Simon yang disebut Petrus.
Petrus bukan lah nama asli tapi nama kecil/ julukan yang berarti
keras, tegar seperti batu karang. Mungkinkah sebenarnya Petrus
merupakan julukan bagi Simon Zealot atau Simon Kanaan? Jadi ketiga
Simon yang disebut ini adalah orang yang sama?
Satu
lagi, dalam Injil Yohanes dan sinoptik (Matius dan Lukas), Yudas
diidentifikasi sebagai anak Simon. Selama berabad-abad karena
dibingungkan oleh nama Yunani, maka para komentator Alkitb meyakini
bahwa Yudas Iskariot berarti Yudas dari Kerioth. Namun menurut Prof.
S. G, F. Brandon dari Universitas Manchester Yudas Iskariot merupakan
perubahan kata yang berasal dari Yudas Sikarius atau berarti Zealot.
Kaum
Saduki dan Farisi
Tanah
suci pada jaman Yesus disesaki dengan berbagai agama, madzhab dan
sekte pemujaan yang berbeda-beda. Ritual-ritual Roma, sekolah-sekolah
agama, sekte pemujaan dan misteri dari Yunani, Siria, Mesir,
Mesopotamia, dan Asia Kecil. Di sana kita dapat menjumpai pemujaan
dewi ratu – ratu Isis dari Mesir, Astarte dari Phoenix, Aphrodite
dari Yunani dan Cyprus, Ishtard dari Mesopotamia, Cybele dari Asia
kecil. Ada pula sekte pemujaan dewi-dewi dari Yudaisme dan dari Kain
sendiri seperti Miriam dan Rabbath. Di Galilea Yudaisme belum
terbentuk hingga tahun 120 SM dan banyak pemikiran pra-Yudais yang
masih bertahan hidup. Bahkan terdapat bentuk-bentuk Yudaisme yang
tidak ingin diakui oleh orang Yahudi sendiri. Misalnya orang Samaria
beberapa bersikeras mengklaim bahwa Yudaisme mereka adalah bentuk
yang sejati. Yang semakin memperparah kebingungan adalah munculnya
sejumlah pengajaran atau sekte berbeda – sekte di dalam sekte –
yang membentuk sifat ortodoks Yudais jaman itu. Diantaranya yang
paling terkenal dalam tradisi Kristen adalah Saduki dan Farisi.
Bila
gambaran dari kaum Saduki dalam Injil dibenarkan secara historis,
sebaliknya dengan Farisi. Gambaran mereka sering diputabalikkan,
mereka telah difitnah dan perannya dikecilkan oleh tradisi Kristen,
tak satupun cendekiawan Alkitab yang akan menyangkal pernyataan ini.
Misalnya terkait guru Hillel, nama terbesar dalam pemikiran Yuda pada
Yesus ternyata adalah orang Farisi. Menurut para pakar modern Yesus
sendiri boleh jadi dibesarkan dan ditempa di antara orang-orang
Farisi. Sebagian besar ajarannya sesuai dengan butir-butir pemikiran
Farisi. Yesus dipahami sebagai ancaman bagi Roma dan dihukum mati
karena itu. Kaum Saduki bereaksi sesuai dengan yang dikatakan Injil.
Sebaliknya Farisi melengkapi Yesus dengan sejumlah pengikut yang
setia dan militan, dan menjadi orang pertama yang memandangnya
sebagai Mesias.
Kaum
Essen
Subdivisi
ketiga Yudaisme pada masa itu adalah kaum Essen. Mereka dijejali oleh
apa yang dewasa ini disebut studi esoteris, seperti astrologi,
numerologi dan beragam disiplin ilmu yang kemudian bergabung menjadi
Kabalah (Cabala).
Terdapat
empat kekeliruan pemahaman yang telah lama bertahan dan melekat pada
mereka. Mereka diyakini tinggal sebagai masyarakat yang terasing,
bergaya biara gurun pasir; jumlah mereka sangat sedikit; tidak
menikah dan anti kekerasan, taat pada etika keduniaan. Berdasarkan
hasil penelitian sejak penemuan Gulungan Naskah Laut Mati menegaskan
bahwa keyakinan-keyakinan tersebut ternyata salah, kenyataannya
sangat berkebalikan.
Nazarea,
Putra-Putra Zadok
Selain
kaum Saduki, Farisi dan Essen, masih ada sejumlah pecahan kelompok
atau sekte Yudaisme pada jaman Yesus yang lebih kecil namun juga
terkenal. Mereka adalah kaum (putra-putra) Zadok dan Nazarea (Gereja
Awal atau Gereja Yerussalem). Keberadaan sekte bawahan ini telah
menimbulkan kebingungan yang besar di antara para cendekiawan
alkitabiah. Yesus adalah orang Nazarea, tapi dia juga orang Zadok,
dan ajaran-ajarannya seperti Farisi serta ditemukan jejak-jejak kaum
Essen yang pasti.
Akhirnya
dapat ditarik kesimpulan, menurut Dr. Eisenman (Ketua Departemen
Studi Keagamaan Universitas California), bahwa Putra Cahaya, Putra
Kebenaran, Putra Zadok, atau Zaddikim (Zadokites), Kaum Pria
Melkizedek, Ebionim (Si Miskin), Hassidim (Essen) dan Nozrim (Nazarea
atau lebih dikenal dengan Nazareth) pada dasarnya adalah sama dan
satu.
------to
be continued-------